Karapan Sapi
Kerapan (adu lari cepat) sapi
Jika masyarakat Pesisir Desa Lekok mempunyai tradisi skilot (bermain Sky di Lumpur) yang selalu digelar saban tahun, maka masyarakat Wonorejo mempunyai tradisi lomba kerapan sapi yang juga digelar setiap tahun. Hari itu tanggal 18 Agustus, keesokan hari setelah upacara bendera 17 Agustus, lomba adu cepat sapi itu digelar di Lapangan Be-sa-ran, Wonorejo. Pagelaran karapan sapi tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Ribuan warga penduduk Kecamatan Wonorejo, Pasuruan berdatangan, memadati lapangan be-sa-ran itu,
Tak kurang dari 20 peserta ikut meramaikan kegiatan yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIB itu.
Acara itu dibuka oleh Kepala Dinas Pariwisata Pasuruan.
Para kontestan kerapan sapi selain dari Wonorejo, juga berasal dari berbagai kota/kabupatan di sekitar Pasuruan seperti, Probolinggo, Lumajang dan sekitarnya.
Karapan sapi merupakan bagian dari tradisi masyarakat Wonorejo dan sekitarnya.
Selain untuk memperingati hari kemerdekaan, kegiatan itu juga dimaksudkan untuk melestarikan tradisi nenek moyang sebagai bentuk rasa syukur masyarakat, atas hasil pertanian yang didapat.
Saat mengolah lahan, para petani biasa membajak sawah mereka dengan sapi. Ini sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil pertanian yang melimpah,
Karapan sapi yang digelar di Wonorejo ini berbeda dengan yang di Madura. Pasalnya, sapi-sapi yang ditampilkan tidak boleh berumur dari dua tahun. Demikian dengan usia joki nya, tidak lebih dari 12 tahun.
Dalam setiap partai ada dua peserta yang beradu cepat menempuh jarak sekitar 100 meter di lapangan Be-sa-ran. Satu di sisi kanan, sementara yang lainnya di sisi kiri.
Sementara ribuan penonton yang menyaksikan kerapan berada di balik pagar bambu yang disediakan panitia lomba.
Pagar bambu ini dibuat memanjang di pinggir lapangan dari ujung timur lapangan hingga ujung barat.
Lalu di sisi utara lapangan, terdapat pentas sebagai tempat panitia mengumumkan partai selanjutnya dan para pemenang dalam setiap partai.
"Ayo penonton mundur sedikit, khawatir sapinya takut!" pinta panitia pada para penonton yang meluber di area finish kerapan sapi. Lalu sapi-sapi yang dilombakan dilepas dua-dua dalam setiap partai.
Kami berdua tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, pagi-pagi kami sudah bersiap diri mencari tempat yang agak tinggi agar bisa melihat sapi-sapi itu masuk garis finish. Beberapa teman ikut bergabung, suasana menjadi semakin ramai.
"Ayo, ayo, ayo!" teriak dia ketika sapi kerapan dilepas.
Tidak jarang lengan saya ditarik, dicengkeram gemas, ditekan kuat saat sapi jagoannya kalah masuk garis finis.
Kami nggak sadar telah ikut larut dalam kemeriahan pesta tradisionil tersebut. Saya puas melihat dia menikmati tontonan yang belum pernah ia saksikan sebelumnya dan ini membuat kenangan tersendiri yang amat dalam buat kami berdua.
Dalam lomba yang dimaksudkan untuk mendukung dunia pariwisata Pasuruan ini, pemenangnya dibagi dalam dua kategori, yakni kategori A dan B. Kategori A yakni delapan sapi yang menang dalam babak pertama, sedangkan kategori B yakni delapan sapi yang kalah di babak pertama. Selain mendapat tropi, peserta yang menang akan mendapat hadiah televisi.
Kegiatan kerapan sapi tersebut selain menjadi hiburan bagi masyarakat wonorejo diharapkan juga menjadi daya tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung ke desa Wonorejo Kabupatan Pasuruan. Dengan demikian, hal itu juga akan berdampak pada masyarakat sekitarnya..
Sandi Prayoga posted on 21 Januari 2012 pukul 16.29
mantab mas
Posting Komentar