Timur Pasar
Bapak saya Doerasid namanya, ibu Suparmi. Bapak saya, kurang senang bahkan suka marah kalau namanya yang oe itu diganti o saja, wah bisa panjang urusannya.
Profesi beliau adalah Carik desa, dari usia muda sampai pensiun tetap aja jadi Carik- Juru Tulis Desa atau keren nya Sek Des-Sekretaris Desa. Beliau mendapat tunjangan pensiun bukan karena Carik tapi dapat dari Legiun Veteran RI, maklumlah, biarpun begitu bapak itu veteran lho..., kalo di malaysia namanya Laskar Tak Berguna, apa benar? .. he he he.
Didesa kelahiran saya, ada dua orang namanya Doerasid yang satu guru dan yang lainnya ya carik itu. Saking terkenalnya, pernah waktu saya sudah sekolah di kota, kalo ngasih tahu ke temen alamat rumah saya, begini; setelah kalian setelah turun dari bis- di Wonorejo, tanya ke siapa saja, dimana rumahnya pa carik Doerasid, mereka pasti tahu dan dengan senang hati akan memberi tahu... he he.
ibu saya itu ringan tangan, setiap ada orang hajatan atau mantu pasti ada ibu disana, untuk membantu, jadi semua orang kenal, hampir semua orang - yang lebih muda dari ibu, pasti nyebutnya Lek Mi atau bulek Parmi..
Tanggal lima belas, hari minggu pon, bulan september 1957, saya dilahirkan katanya pada pagi hari.
Saya adalah anak nomor dua dari 7 bersaudara. Rumah keluarga berada di ujung paling utara kota kecamatan, hampir empat ratus meter dari jalan raya Malang-Pasuruan dan diseberang jalan itu ada-orang bilang 'belean' atau RPH (Rumah Potong Hewan), 'belean' itu masih ada sampai sekarang.
Yang saya ingat saat kecil, adalah gunung agung meletus, awan gelap menyelimuti bumi, hujan abu disana sini, keadaan itu terjadi hampir tiga hari tiga malam, tidak ada matahari-sepanjang hari gelap-gulita, serasa tiga hari itu selalu malam,
Tak lama kemudian terjadilah peristiwa pemberontakan G30S PKI yang terkenal itu. Kejadian itu ditandai dengan adanya pembunuhan terhadap anggota PKI di daerah saya. Mayat-mayat tak dikenal bergelimpangan dimana-mana.
Di bawah jembatan dekat RPH ada dua mayat, didalam RPH ada satu dan dibawah pohon kosambi, sebelah utara RPH hampir dua ratus meter ada lagi satu mayat, belum lagi ditempat lain. Ada dipinggir jalan, ditengah sawah dan lainnya.
Rasanya rumah sekitar saya dipenuhi oleh mayat-mayat tak dikenal. Jasadnya ada yang utuh, ada yang tidak, beberapa mayat nggak ada kepalanya.. wah ngeri sekali.
Saya dan kakak saya dilarang oleh ibu nggak boleh keluar rumah.
Waktu itu saya duduk kelas 2 SD Wonorejo, letak sekolah saya ada di sebelah timur pasar. Gedung sekolah itu hanya empat ruang kelas, kelas 1,2.5 dan 6 masuk pagi sedangkan kelas 3 dan 4 masuk sore. Tapi pas kejadian itu sekolah diliburkan, karena dipakai untuk rumah tahanan sementara para ex anggota PKI itu.
Guru yang masih saya ingat Bu Surdini, Pak Sukran, Pak Sugeng Wardoyo, P. Hartono.
Sekolah dasar saya itu, kini sudah tidak ada lagi, digusur untuk pelebaran pasar dan hilanglah kenangan masa SD saya dulu.
Ali, Samsudi, Suntani, Sri Peni Rahayu, Warsini, Gatoet, Ida Friati, Fadil, itu sebagian teman yang masih saya ingat.
Didepan sekolah ada pohon beringin besar dengan akarnya menjurai ketanah, tempat kami duduk-duduk menjelang pelajaran baru akan dimulai. Disekitar tempat itu ada orang-orang berjualan kue dan jajanan lainnya. Kue yang saya suka, terbuat dari jagung namanya kalau gak salah welus, samiler dan jenang jagung. Ada juga bakso, yang jual namanya wak Kemis.
Pelajaran yang saya suka berhitung, mengarang dan bercocok tanam.
Sebelum musim penghujan tiba, kami seluruh siswa disuruh membawa perlengkapan pertanian misalnya cangkul, sabit garpu dll, untuk membuat lubang di pekarangan sekolah. Ketika musim hujan tiba, lubang yang telah kami buat itu ditanami ubi jalar dan ubi kayu.
Adik saya Tri Sudayati, (anak no.3) perempuan lahir, beda setahun dengan saya dan diminta oleh bude Yatun, kakak dari Bapak untuk diasuh, karena beliau nggak punya momongan.
Saya dikhitan pas kelas3 SD bareng dengan kakak saya yang pertama, namanya Bambang Sujatmiko.
Sejak kelas 4 SD, perekonomian keluarga mulai goyah, ibu dan bapak memutuskan untuk membuka usaha toko kelontong di desa Cobanblimbing dan disanalah saya berada sepanjang hari.
Ketika malam tiba, saya dan ibu pulang lagi ke wonorejo rumah Mbah dari ibu.
Waktu itu, keuntungan yang didapat hanya cukup untuk makan dan minum sehari-hari, sedangkan untuk biaya sekolah dan lainnya harus cari dari tempat lain, alhamdulillah bapak masih menjabat jadi Carik jadi masih lumayan ada penghasilan lain meskipun pas-pasan.
Tanpa setahu ibu dan bapak, setiap hari saya mengambil uang dari peti kas sebanyak 25-Rupiah, kemudian uang itu saya simpan di lemari saya, dibawah tumpukan buku.
Akhir bulan, uang yang terkumpul, saya serahkan ke ibu. Penyerahan perdana membuat bapak dan ibu senang sekali, sambil bertanya dari mana uang sebanyak itu saya dapatkan.
Saya cerita apa adanya dan ujung-ujungnya saya disuruh melakukan kayak begitu lagi bulan-bulan berikutnya.
Pada kesempatan lain, saya melihat ada yu Kar (Kartini)- masih kerabat jauh, datang untuk mencuci dan menyetrika baju dinas bapak, selesai menyerahkan baju yg diseterika yu kar dapat duit atas jasanya itu.
Kemudian secara diam-diam tugas itu saya ambil alih, baju dinas bapak saya cuci, jemur dan seterika. Hasilnya saya serahkan ke bapak dan saya dapat duit dari bapak meskipun tidak sebesar yang diterima yu-Kar.
Tidak seperti teman-teman saya yang bisa bermain pada saat selepas jam sekolah, pulang sekolah dengan mengendarai sepeda onthel, saya harus bertugas membantu ibu berjualan di toko kelontong itu.
Pada malam harinya saya belajar membaca al qur'an, di masjid nya Pak-Min (Bunyamin), bayarnya pake minyak tanah satu botol per minggu-untuk penerangan. Setiap hari Kamis malam Jum'at libur.
Lulus SD Wonorejo tahun 1970 dengan nilai cukup baik, saya melanjutkan ke SMP PGRI Wonorejo, satu-satunya SMP yang ada di desa itu.
tri sudayati posted on 18 Mei 2011 pukul 08.15
ada kebanggaan tersendiri waktu itu krn klo aku diganggu tmn aku minta perlindungan trim ya mas
(Tri Sudayati)
Posting Komentar